Apakah Wajah Kita Mencerminkan Orang Baik?

baik

Ketika di jalan, saat berjalan kaki dan melewati jalan yang beberapa orang sedang duduk di sana, tentunya yang berjalan kaki harus mengucapkan permisi. Ada adab sopan-santun yang perlu di jaga, Nabi kita tercinta pun tak lupa mengajarkannya. Bila seseorang melakukannya tentu ia sudah menjaga adab-adab itu, dan bisa dibilang ia adalah orang yang sopan.

Suatu ketika, usai sholat ashar berjamaah di salah satu masjid, saya bertemu dengan salah seorang ikhwan yang baru pertama kali bertemu, beliau tersenyum kepada saya seakan-akan sudah kenal lama sekali, senyumnya pun saya balas senyum pula. Begitupun dengan jamaah-jamaah lainnya yang sudah kenal atau beberapa kali bertemu, saling tegur sudahlah pasti. Kesannya adalah bahwa kita baru saja berkumpul dan bertemu dengan orang-orang baik di sana.

Ketika berkumpul di sebuah forum kajian ilmu, senyum dan sapa teman-teman maupun guru-guru kita pun sudah pasti ada. Pertemuan-pertemuan seperti ini biasanya menimbulkan rasa nyaman, karena obat hati itu salah satunya adalah berkumpul dengan orang-orang sholih. Dari sini muncul sebuah pertanyaan, apakah saya juga termasuk dalam barisan orang-orang sholih tersebut mengingat semua orang disitu juga butuh obat hati. Semoga saja.

 

Saya pernah mengajukan pertanyaan yang cukup menggelitik kepada teman kerja saya yang baru satu bulan yang lalu kita berkenalan. Pertanyaannya, “ Kenapa ya kok orang-orang menganggap saya orang baik?”, dan jawabannya, “Ya iya, kan sudah keliatan dari raut wajahnya”.

Pertanyaan menggelitik itu dijawab dengan jawabannya menggelitik pula. Ah, jawabannya jadi membuat saya berpikir, apakah memang kebaikan seseorang itu bisa terlihat dari raut wajahnya saja. Padahal yang mengerti dan tahu tentang diri kita sendiri tentu hanyalah kita dan Allah saja.

Selama ini kita sering berpikir bahwa kita ini memang orang baik. Kita sering berpikir bahwa selama ini kita dianggap orang lain sebagai orang yang berwajah baik padahal tentu saja ini semua karena Allah semata. Allah masih memberikan belas kasihnya kepada kita. Dia masih menutupi aib-aib kita. Betapa malunya diri kita ini, apabila satu aib saja diperlihatkan oleh Allah kepada orang lain.

 

Malu rasanya, apabila kita dianggap berwajah baik selama ini, padahal kita ini sebenarnya kotor dan dekil, berlumpur banyak dosa. Malu rasanya selama ini dianggap berwajah baik, padahal itu semua terjadi hanya karena belas kasih Allah saja yang senantiasa menjaga dan menutupi aib-aib kita, bukan karena keadaan kita yang memang mulia. Merenungi keadaan diri, bahwa nikmat Allah berikan sangat berlimpah, semoga allah tidak mencabut nikmat-nikmat itu dari diri kita

Mencerdaskan Anak Bangsa Memperbaiki Akhlak Siswa

 

Pahlawan adalah seseorang  yang telah berjasa besar dalam berkontribusi membangun bangsa. Setelah merdeka kini muncul berbagai pahlawan yang telah memberi sumbangsih untuk kebaikan negeri kita tercinta. Pahlawan tanpa tanda jasa adalah salah satu pahlawan hebat kita. Merekalah Guruku Pahlawanku.

Guru adalah profesi yang sangat mulia, ia bak mata air dari pegunungan yang tak pernah kering airnya. Ilmu yang ia punya dan ia ajarkan akan senantiasa bermanfaat sepanjang masa bagi generasi penerusnya. Generasi penerus sangat membutuhkan guru-guru yang bagus, siswa-siswi yang ingin berhasil membutuhkan guru-guru yang terampil, murid-murid yang ingin cerdas membutuhkan guru-guru yang berkualitas, anak-anak yang  ingin baik pun membutuhkan guru-guru terbaik.

Tugas utama seorang guru adalah mendidik, mengajar, mengevaluasi, mengawasi, memperbaiki, melatih, membimbing, dan mengarahkan setiap anak didiknya. Tugas yang sangat berat itu seharusnya dijalani oleh seorang guru dengan niatan ikhlas mengharap pahala dan ridho Tuhannya semata. Amanah yang ia dapatkan seharusnya menjadikan ia bersemangat untuk memberi sumbangan yang berarti demi bangsa kita tercinta.

Di Indonesia profesi Guru sangat diperhatikan pemerintah saat ini. Mau Guru Tetap ataupun Guru Hononer tugas mereka tetap sama yaitu mencerdaskan dan memperbaiki akhlak anak-anak bangsa.

Setiap guru adalah Pahlawan bagi saya. Mereka merasakan pahit getir dan suka duka sepanjang perjalanan mereka mencerdaskan anak bangsa dan memperbaiki akhlak siswa. Selama saya bersekolah banyak sekali guru-guru yang memberikan inspirasi kepada murid-muridnya. Guru-guru yang senantiasa berjuang demi kebaikan anak-anak bangsa.

Nasihat baik dari Pak Guru

“Tetap istiqomah ya, jangan takut menatap masa depan, khusnudzon akan hari depan dengan keyakinan yang kita rintis hari ini, jangan lupa sedikit sedekah dan dhuha untuk meninggikan predikat kita di sisi Allah”
Pesan singkat yang terdiri dari beberapa susun kata ini nampaknya sangat sulit untuk dihilangkan dari memori otak saya yang kecil ini. Ya, untaian kata yang sarat makna ini menjadi salah satu pemicu semangat saya dalam menjalani hari-hari.

Dan kata-kata itu adalah terucap dari lisan guru saya yang luar biasa. Guru yang selalu didamba murid-muridnya, guru yang selalu dirindukan setiap pertemuannya, dan guru yang selalu dinantikan nasihat-nasihat bijaknya.

Karena waktu yang terus berjalan, saya dan guru saya terpisahkan oleh jarak, namun hubungan kami tak terbatas ruang dan waktu, murid dan guru ini masih saling berukhuwah dan bersilaturahim walau jarak berjauhan, sang guru masih terus memberi kan nasihat-nasihat baiknya, begitupun sang murid tak henti-hentinya mengucapkan salam sapa kepada gurunya dan berharap kebersamaan itu tak cukup sampai disini, kami masih ingin bersama hingga sampai dikehidupan yang kekal disana nanti.

Berbagai ilmu telah banyak saya dapatkan dari sang guru tercinta, beliau selalu memberi dan memberi, memberinya pun seakan tangan kiri tak tau jika tangan kanan itu memberikan sesuatu.

Banyak kisah yang diceritakan beliau, mulai dari perjuangannya sebagai seorang guru yang diangkat sebagai pegawai negeri sipil dan lain sebagainya. Ya, akhir-akhir ini banyak sekali kaum muda sukses yang setelah lulus masa studinya langsung  diterima menjadi pegawai negeri sipil, sedangkan guru saya ini harus merangkak selama tujuh tahun baru harapannya terwujud, tentunya dengan ikhtiar dan doa yang luar biasa. Selama tujuh tahun mengajar dan terus mengajar tanpa mengenal lelah. Nampaknya nikmat allah yang diberikan kepadanya (menjadi PNS) semakin menambah kecintaannya pada Tuhan-nya, Allah SWT. Beliau sungguh luar biasa, dan kebahagiaannya itu terlengkapi sudah. Tak jarang saya temui beliau berdzikir disetiap beliau mengajar dikelas sewaktu masih diajarnya. Sungguh perjuangan itu telah terbalas dengan nikmat dari Allah yang tidak terduga. Banyak pelajaran yang bisa saya ambil dari berbagai kisah beliau.

Terimakasih Guruku, Engkaulah Pahlawanku

GURU yang BAIK itu…..

Adalah Mereka yang mengatakan bahwa, “Jalan terjal membimbing anak-anak ternyata banyak suka duka-nya, tapi Insyaallah itulah nikmatnya perjuangan”

Adalah mereka yang merasa bahwa dirinya tidak penting dan tidak perlu diingat oleh murid-muridnya padahal banyak kebaikan ada pada dirinya,

Adalah mereka yang senantiasa mencerdaskan anak dan memperbaiki akhlak anak didiknya

Adalah mereka yang senantiasa memberi nasehat kepada murid-muridnya dan mengenal lebih dekat akan siapa murid yg di-didiknya

Adalah mereka yang senantiasa ingat muridnya dalam setiap doa-doanya

Dan yang TERPENTING, GURU yang BAIK adalah Mereka yang senantiasa mendekatkan muridnya kepada Tuhannya, Allah ta’ala.

Lomba :

Terpaksa Meminta-minta Untuk Membelikan Obat Ibunya

 

Assalamu’alaikum, permisi mas”, suara seorang bocah tak dikenal dari depan toko.

Wa’alaikumusalam, ada apa, masuk saja?”, jawab saya menanggapi sapaannya.

Mau nanya-nanya dulu boleh ya mas

Iya, boleh, kenapa?

Mas, jangan marah ya

Iya, enggak marah dik, kenapa, ada apa, masuk aja dulu, sendalnya dipake, gak usah dicopot!”

Bocah yang saya taksir berumur 9 tahun ini pun segera masuk ke dalam. Setelah bocah ini masuk, dia lalu menceritakan keadaan yang ia sedang alami bersama keluarganya. Keluarganya sedang dirundung musibah, Ibunya sakit keras, berada di rumah sakit. Hidup tanpa Ayah membuat dirinya kebingungan tatkala Ibunya sakit-sakitan. Saudara-saudara yang lain pun tak banyak bisa membantu bocah dan Ibunya yang sedang sakit itu.

Mas, saya terpaksa keliling-keliling mencari bantuan demi ibu saya mas, Ibu saya di rumah sakit dan akan saya bawa pulang tapi harus membeli obatnya biar ibu saya sembuh”.

Dan saya gak tahu harus mencari uang dari mana mas untuk beli obat itu, saya masih kecil mas belum bekerja”, tambahnya.

Penjelasan dari seorang bocah yang cukup lugas, jelas, dan berani. Saya pun terketuk menyaksikannya. Seorang bocah yang seharusnya masih bermain-main dengan teman-teman sebayanya, menikmati masa kanak-kanaknya, belajar seperti biasanya. Tapi bocah itu harus terbebani dengan keadaan keluarganya, meminta-minta pertolongan kepada orang-orang di sepanjang kota demi membelikan obat untuk ibunya yang sedang sakit.

Mas bersedia membantu saya?, maaf mas, tapi saya sangat butuh, dan insyaallah besuk saya akan balik kesini lagi mengembalikan uangnya mas jika mau bantu”,

Saya pun tergerak hati untuk segera membantu bocah ini, memberikan beberapa uang yang saya punya untuknya, dan berpesan agar ia tidak mengembalikan uang yang telah saya berikan, saya pun mendoakan semoga ibunya lekas sembuh dan bocah ini bisa kembali bersekolah seperti sedia kala.

Seandainya saya di posisi anak itu, betapa sedihnya saya, betapa tak berdayanya saya menyaksikan orangtua saya yang sedang sakit dan saya harus mencarikan biaya untuk kesembuhannya. Apakah saya mampu mencarikan uang untuknya. Di usia yang masih belia mungkin saya hanya bisa merengek dan menangis menyaksikan orangtua yang sedang sakit, atau malah asik-asikan bermain, tapi bocah itu.

 

———————————————————————————————————————

 

بسم الله الرحمن الرحيم

اللهم صل على محمد وآل محمد

اَللَّهُمَّ اَزِلْ عَنْهُ الْعِلَلَ وَالدَّآءَ، وَاَعِدْهُ اِلَى الصِّحَّةِ وَالشِّفَآءِ، وَاَمِـدَّهُ بِحُسْنِ الْوِقَايَةِ، وَرُدَّهُ اِلَى حُسْنِ الْعَافِيَةِ، وَاجْعَلْ مَانَالَهُ فِي مَرَضِهِ هَذَا مَادَةً لِحَيَاتِهِ وَكَفَّارَةً لِسَيِّئَاتِهِ، اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَآلِ مُحَمَّـدٍ.

 

 Ya Allah, hilangkan dari dirinya penyakit, kembalikan dia kepada kesehatan dan ke-sembuhan. Bantulah dia dengan sebaik-baik perlindungan, dan kembalikan dia kepada sebaik-baik kesembuhan. Jadikanlah apa saja yang dirasakannya pada waktu sakitnya sebagai pahala untuk kehidupannya dan penghapus atas segala kesalahan-nya. Ya Allah, sampaikan shalawat kepada Muhammad dan keluarga Muhammad. 

 

Amin Ya Allah , Amin Ya Robbillalamin…

Sahabat Akhirnya Kita Berjumpa Lagi

Sungguh tak terasa waktu sangat terasa begitu cepat. Begitu cepatnya waktu yang kita lalui hingga akhirnya jarak memisahkan kita. Semoga hari demi hari menjadikan diri kita menjadi insan yang lebih baik lagi.

Siapa yang tak kenal dengan Sahabat. Semua orang pasti mempunyai banyak sahabat. Namun sudahkah kita menemukan sahabat sejati kita?. Mari kita cari sahabat sejati itu bersama-sama.

Sahabat Akhirnya Kita Berjumpa Lagi“, itulah kata yang Ridwan ucapkan kepada sahabatnya saat ia kembali berjumpa dengannya. Ya, setelah dua tahun lamanya tak pernah bersua dan bertatap muka, kini mereka dipertemukan kembali oleh Allah dalam keadaan dan waktu yang berbeda.

Saat Ridwan hendak pulang kampung, ia masih di beri kesempatan untuk berjumpa dengan sahabat seperjuangannya. Sahabat yang kerap dipanggil dengan sapaan Fadly itu adalah sahabat yang sangat berharga bagi Ridwan. Tentu saja ini adalah pertemuan yang sangat mengesankan bagi Ridwan, karena setelah dua tahun tak berjumpa, kini mereka bisa bertemu kembali.

Mengapa Ridwan sangat terkesan?, karena memang sahabatnya inilah sahabat paling istimewa baginya. Fadly sungguh luar biasa, Ridwan berharap agar Fadly menjadi sahabat yang sejati baginya. Mereka dahulu tidak bersekolah di satu SMA yang sama, hanya bertemu di sebuah organisasi sekolah yang sama dan dalam satu wilayah yang sama tentunya. Setelah sekian lama berada dalam satu organisasi yang sama, akhirnya merekapun saling mengenal, hingga akhirnya terpisah karena mereka sama-sama lulus SMA. Fadly melanjutkan studi, tapi Ridwan langsung bekerja.

Ridwan teringat ketika masih dalam satu organisasi dulu, mereka sempat berkunjung ke rumah satu sama lain. Dan akhirnya merekapun berinisiatif tukar menukar hadiah dikala itu. Mereka akhirnya sepakat untuk tukar menukar hadiah. Ini adalah moment yang paling tidak kuat bagi Ridwan untuk menahan air mata. Bagaimana tidak, Fadly adalah anak dari seorang yang boleh dibilang cukup ekonominya, sedangkan Ridwan ekonominya serba kekurangan. Maka jangan heran jika hadiah yang Ridwan dan Fadly tukar sangat jauh berbeda. Fadly memberikan Ridwan sebuah Al quran beserta terjemahannya yang harganya lumayan mahal dikala itu, sedangkan Ridwan hanya menukarnya dengan gantungan kunci mungil yang berbentuk masjidil haram. Moment tukar menukar hadiah ini sangat merekatkan ukhuwah di antara mereka berdua. Selain hadiah, mereka juga harus menuliskan sedikit pesan dalam secarik kertas yang harus ditukarkan bersamaan dengan hadiahnya. Merekapun membuka hadiah itu di rumahnya masing-masing. Saat Ridwan sampai rumah, ia segera membuka dan membaca hadiah dan pesan dari sahabatnya, Fadly. Ridwan menangis saat membaca dan membuka hadiah istimewa dari sahabatnya itu.

Ridwan menangis karena di tulisan itu sahabatnya berpesan agar ia menjadikan hadiah pemberiannya itu sebagai pengingat dirinya terhadap sahabatnya dan pengingat terhadap Allah tentunya. Sahabatnya yang baik itu juga berpesan agar ia membacanya di setiap saat, dan sampai sekarangpun ternyata Ridwan menjadikan al quran itu sebagai bacaannya disetiap saat. Ridwan berharap semoga amal ibadah yang dilakukan Ridwan terus mengalir dan mendatangkan pahala untuk sahabatnya yang sangat baik itu.

Sedangkan Ridwan sendiri menuliskan pesan dalam secarik kertas itu untuk sahabatnya, isinya seperti ini,

Sahabatku engkau adalah sahabat terbaik yang pernah ku temui, aku mohon maaf atas hadiah yang hanya mampu ku berikan kepadamu ini, semoga dengan hadiah yang hanya seharga lima ribu rupiah ini menjadikan engkau selalu mengingatku dan menjadikanmu mengingat Allah setiap kalinya, engkau sahabatku aku tau kau tak mungkin melihat nilai dari hadiah yang ku berikan ini, karena engkau tau akan hakikat ukhuwah yang kita jalani, semoga allah memberkati dan menjaga ukhuwah ini, semoga ukhuwah ini selalu membawa keberkahan dan dekat dengannya“.

Nampaknya pesan dan hadiah Ridwan itu membuat Fadly terus mengeluarkan air mata saat ia membaca dirumahnya, ia tak kuasa menahan air mata sembari mengirimkan SMS bahwa ia sangat terharu dan serasa ingin memeluk sahabatnya itu dengan erat, seeratnya. Sungguh indah persahabatan itu.

Dua tahun sudah kita lalui, sahabat akhirnya kita berjumpa lagi, dan kini engkau menjadi orang yang lebih berarti. Sahabatku, sikapmuu tak berubah terhadapku walaupun engkau sebenarnya punya sahabat banyak dan lebih baik dariku“, kesan Ridwan di akhir pertemuan mereka.

Bisa Sekolah, Ngampus, dan Belajar itu Nikmat

Image

 

Nilai bagus, rangking satu, IPK Cumlaude, mendapat beasiswa, cakap berorganisasi, siapa lagi yang tak menginginkan seorang pembelajar  seperti itu?. Orang tua pun demikian, menyekolahkan anaknya dengan biaya yang tidak sedikit, hanya ingin berharap anaknya bisa memperoleh prestasi, menjadi anak baik dan teladan.

Betapa nikmatnya menjadi seorang pembelajar, bisa bersekolah, ngampus, belajar, dan menuntut ilmu. Menuntut ilmu itu bahkan adalah sebuah jihad luar biasa. Tapi realitanya para pembelajar itu terkadang lupa, menyepelekan semua, bahkan ogah-ogahan dalam menuntut ilmu. Tugas yang berat, guru killer, atau segudang alasan lain menjadi bahan mereka untuk tidak bersemangat dalam belajar.

Padahal kalau kita mau sadarkan diri kita, bahwa banyak saudara-saudara kita yang tidak mendapatkan nikmat seperti itu. Tengok saja ucapan seorang anak yang seperti ini,

“ Masya Allah, melihat perempuan-perempuan seusiaku sekolah. Kemeja putih, rok abu-abu dan  jilbab-jilbab yang menghiasi. Ya allah andaikan aku sekolah. “, keluh seorang anak yang tak bisa melanjutkan sekolah lagi.

Ada lagi,

“ Andaikan saya jadi ambil beasiswa itu mungkin saya sudah wisuda tahun ini. “, keluh seorang yang tidak jadi kuliah karena orang tuanya tidak mampu membiayai kebutuhan sehari-hari, padahal anak itu mendapat beasiswa sampai lulus di salah satu Universitas terbaik di Indonesia.

Saudaraku, nikmat bersekolah, ngampus, dan belajar itu luar biasa, sungguh suatu kewajiban kita mensyukurinya dan berusaha memberikan yang terbaik untuk itu. Kenapa kita harus malas sekolah, kenapa kita harus malas ngampus, kenapa kita harus malas belajar menuntut ilmu disaat yang lain yang belum diberi kesempatan Allah sangat benar-benar menginginkannya, menginginkan mereka di posisi kita.

Mari sejenak kita renungkan,

untuk para pelajar dan mahasiswa, sudah berbuat apakah kalian untuk prestasi kalian, apakah sudah kalian persembahkan yang terbaik untuk orang tua kalian, apakah orang tua sudah tersenyum gembira karena prestasi kalian?. Apa yang membuat kalian begitu angkuhnya, begitu malasnya untuk membuat diri menjadi lebih baik, berprestasi, dan membanggakan banyak orang?. Padahal orang tua telah berpeluh, menanti senyum kegembiraan anaknya yang berprestasi. Menantikan anak-anaknya yang telah mampu ia sekolahkan dengan biaya yang tidak sedikit. Buat lah senyum kebahagiaan kedua orang tua dengan tinta kebanggaan.

Untuk para orang tua, mari ajarkan anak-anak kita tercinta, bujuklah buah hati kita untuk terus semangat sekolah, ngampus, belajar, menuntut ilmu. Bukankah menyekolahkan mereka butuh biaya yang tidak sedikit, butuh keringat banyak yang bercucuran?. Mengapa kita begitu tak memperhatikan prestasi anak-anak kita?. Mari sadarkan mereka, bakarlah kesadaran dan semangat belajar mereka, buktikan bahwa kita sebagai orang tua mampu menyekolahkan mereka, tidak seperti orang tua lainnya yang belum mampu mnyekolahkan anak-anaknya. Jangan sampai perjuangan para orang tua disia-siakan begitu saja oleh anak-anaknya.

 

Mari berbenah…!!

Pria Muda atau Suami Yang Sering Mengeluh Belajarlah dari Bapak Ini

 “ Dik, saya izin pulang dulu ya?”

Sapaan itu terdengar setiap sore hari menjelang magrib. Tiada lain tiada bukan, itu adalah sapaan seorang tukang becak yang juga bekerja sebagai tukang parkir di daerah tempat saya bekerja. Beliau adalah Pak Sakat. Selain berprofesi sebagai tukang becak di malam harinya, Pak Sakat juga menjadi juru Parkir tatkala siang Hari.

Kehidupan beliau sungguh sangat sederhana, ujian yang bertubi-tubi tak membuat senyum di wajahnya sirna begitu saja, beliau tetap tersenyum walaupun dunia seakan begitu kejam terhadapnya. Tiap hari Pak Sakat harus bangun pagi-pagi sekali, menyiapkan beberapa keperluan setiap hari anaknya yang masih duduk di bangku Sekolah Dasar. Kenapa bukan Istri beliau yang menyiapkan?, karena semenjak melahirkan anak pertamanya itu, istrinya terserang penyakit stroke, dan sampai sekarang belum sembuh, istrinya hanya bisa terbaring di rumahnya.

Semua pekerjaan rumah di lakoni oleh pak Sakat, memasak untuk sarapan, mencuci piring, mencuci pakaian, bersih-bersih rumah, semua beliau jalankan seorang diri. Selepas pekerjaan di rumah beres semua, Pak Sakat Mulai berangkat bekerja sekitar pukul 10.00, jarak rumah dengan tempat kerjanya menjadi seorang juru parkir lumayan jauh, sekitar satu jam beliau menempuhnya, dengan menaiki becaknya. Pulang dari memarkir menjelang magrib, dan selepas isya, beliau harus menuju terminal, untuk mengais rizki kembali sebagai tukang becak. Penghasilannya sebagai tukang parkir masih belum mencukupi kebutuhannya sehari-hari, mengingat istrinya juga sedang sakit di rumah sana. Subhanallah, di siang hari dengan aktivitas yang begitu padat nya, malam hari pun masih tetap bekerja, Suami yang luar biasa.

Saya sering ngobrol dan berbincang dengan beliau, menayakan kehidupannya beliau dan keluarga. Sungguh bagai mendapat sebuah tamparan, bahwa hidup ini memang butuh perjuangan, harus menjalani hidup seperti apa adanya sesuai yang dianugerahkan Allah kepada kita. Beliau sama sekali tidak pernah mengeluh walau hidupnya sangat menderita dan susah.

Ada sedikit kisah berhikmah yang bisa kita ambil dari seorang Pak Sakat. Suatu ketika, beliau sedang memarkir kendaraan di siang hari. Tiba-tiba beliau menemukan uang 50ribuan di dekat kendaraan yang diparkir. Beliau ambil uang itu dan kemudian mencari-cari siapa yang telah menjatuhkannya. Di beritahukannya uang itu pada saya dan yang lainnya, menanyakan siapa yang telah kehilangan uang itu. Subhanallah, di saat sangat terhimpit dan membutuhkan uang, tetap saja beliau tidak mau mengambil uang yang bukan miliknya. Padahal uang itu tidak ada yang memiliki harusnya sudah menjadi milik beliau. Akhirnya uang itu beliau masukan di kotak amal yang ada di toko.

Suatu saat juga ada dompet dan bahkan handphone milik seseorang jatuh, tetapi beliau tetap berusaha mencari pemiliknya dan mengembalikannya. Suatu pelajaran yang wajib kita petik hikmahnya, bahwa jangan sampai mengambil sesuatu yang bukan milik kita. Beliau tidak ingin harta yang bukan miliknya itu mengganggu ketentraman dan ketengan dalam hidupnya.

Subhanallah, saat saya berpikir betapa susahnya menjadi seorang pak Sakat, ternyata beliau merasa bahagia dengan hidupnya. Memang benar adanya bahwa “ Ujian dan kesulitan dalam hidup tak menghalangi  seseorang  untuk mendapatkan dan merasakan kebahagiaan”.

Semoga, Allah senantiasa menjaga dan memberi kebaikan untuk pak Sakat dan keluarga.

Yang diatas adalah poto pak sakat dan anaknya saat beliau sedang memarkir. Saya juga sering berbicara dan bercanda dengan anaknya yang kadang ikut ayahnya bekerja, namanya adalah Arga, anak kecil nan lucu itu bercita-cita menjadi polisi atau tentara. Cita-cita dari seorang anak nan lugu yang tak mudah, tapi tetap semangat nak, doaku untukmu, ayahmu, dan keluargamu.

Kisah Hasyim Dan Wahyudi

“Maaf, Anda belum bisa diterima di Perusahaan kami”, ujar sang pimpinan perusahaan itu kepada seorang Pemuda, Hasyim namanya.

Mendengar itu si Hasyim pun beranjak pergi dari tempat ia mengadu peruntungan dengan wajah yang sedikit lemas, hanya ada sedikit goresan senyum di wajahnya ketika ia bertemu dengan orang lain yang ia sapa. Harapan untuk berkarya di Perusahaan yang ia inginkan kini telah sirna. Kini ia harus memikirkan kembali apa yang ia harus lakukan selanjutnya.

Setelah beranjak dari tempat sebelumnya, Pemuda yang sedang merantau ini pun menyadari bahwa dirinya belum melaksanakan Ibadah sholat dhuha, dimana ia sering melakukannya di setiap paginya. Dengan suasana yang sedikit gundah di hatinya karena tidak diterima kerja, ia berpikir Masjid adalah tempat tujuannya untuk menenangkan segala keresahan hatinya.

Hasyim kini bergegas menuju salah satu Masjid terdekat di tempat ia berada. Sesampainya di Masjid, ia segera mengambil wudhu, dan kemudian beranjak kelantai dua Masjid itu. Setelas selesai melaksanakan beberapa rakaat shalat dhuha, segera ia ambil mushaf Al Qur’an yang ada di dalam tasnya, kemudian ia baca dan ia lantunkan beberapa ayat di dalamnya. Saat beberapa ayat telah ia lantunkan, meleleh juga akhirnya air yang ada dalam bola matanya. Tak kuasa ia bendung air mata saat ia membaca ayat-ayat suci yang menentramkan hatinya. Ia benar-benar ikhlas akan segala ketentuan yang Allah tentukan padanya, tak terkecuali peristiwa yang ia jalani hari ini.

Saat membaca beberapa ayat yang membuatnya tak kuasa menitiskan air mata, ia pun kini menutup mushafnya, lalu menciumnya tanda rasa cintanya. Tiba-tiba saja datang seorang lelaki yang tidak ia kenal menghampirinya. Lelaki ini pun segera mengucapkan salam dan menjabat tangannya. Serta merta Hasyim pun kelabakan untuk mengusap air matanya yang masih tersisa di raut wajahnya. Dengan senyumnya, seeorang lelaki setengah baya itu pun mulai bertanya kepada si Hayim.

“ Dari mana mas?”, tanya lelaki itu.

“ Oh, saya tadi dari melamar kerja mas, ini tadi mampir sebentar ke sini”, jawab Hasyim.

Nampaknya Hasyim berpikir bahwa lelaki yang ia ketahui bernama Wahyudi itu mengamatinya sejak dari tadi ia di sana. Tak lama ia berbincang, Hasyim kemudian tahu bahwa niat Wahyudi adalah ingin meminta bantuannya. Keduanya saling berinteraksi satu sama lain.

Wahyudi dengan senyum yang mengembang di wajahnya tidak sungkan-sungkan menceritakan apa yang sedang ia alami kepada Hasyim.

Wahyudi adalah seorang suami dari seorang istri dan ayah dari dua anak yang tempat tinggalnya jauh di kampung sana. Ia menuju ke Kota untuk mencari rizki dan menafkahi keluarganya. Sebelumnya ia bekerja di sebuah proyek pembangunan Gedung sebuah Kampus di kota ini. Penghasilan per hari nya hanya Tiga Puluh Lima Ribu Rupiah, sudah termasuk biaya makan dan tempat tinggal. Uang hasil ia bekerja akan dikirimnya ke kampung untuk menafkahi keluarganya.

Seminggu yang lalu, Wahyudi memang masih bekerja di proyek itu. Namun, sekarang ia sudah tidak lagi bekerja di sana. Ia di keluarkan dari pekerjaannya karena alasan yang tidak masuk akal dari bosnya di proyek itu. Sudah jelas kontrak kerja, namun tetap saja bosnya bersikukuh mengeluarkan Wahyudi karena ada penggantinya, padahal Wahyudi tak menginginkan semua itu. Keputusan tetaplah keputusan, Wahyudi harus menerima kepahitan itu. Tak hanya itu, gaji yang hanya Tiga Puluh Lima Ribu itu sering kali telat di bayarkan oleh bosnya. Padahal kita sudah tahu sendiri bahwa Nabi kita tercinta memerintahkan agar membayar upah kepada para perkerja sebelum keringat mereka kering, tapi kenyataannya tidak demikian yang di alami Wahyudi.

Wahyudi melanjutkan ceritanya kepada Hasyim. Wahyudi kini bingung akan bekerja di mana lagi. Atau jika ia harus pulang ke kampung, ia tak akan mampu melakukannya karena hanya tersisa beberapa receh yang hanya bisa dibelikan seteguk air minum saja.

Hasyim yang sembari tadi mendengarkan kisah Wahyudi tak kuasa lagi membendung air mata untuk kedua kalinya, sesekali ia memalingkan wajahnya dari Wahyudi, menyembunyikan setiap tetes air yang keluar dari bola matanya. Ia tak kuasa menahan air mata, karena ada kalanya Hasyim mengalami kesusahan yang sama. Apalagi mendengar cerita Wahyudi yang berjalan kaki dari proyek menuju ke masjid yang mereka berada saat ini itu membuat ia semakin haru mendengarnya, padahal jarak proyek dan masjid itu benar-benar sangat jauh. Namun bagai mendapat sebuah tamparan dari Tuhannya. Hasyim kemudian berpikir bahwa hidupnya yang sedang tertimpa ujian pun ternyata masih ada seseorang yang mendapatkan ujian yang jauh lebih berat darinya.

Setelah berinteraksi sekian lama, Hasyim pun mulai tergerak untuk membantu Wahyudi yang sedang kesusahan itu. Diambilnya dompet dari dalam sakunya. Setelah dompet ia buka, ternyata hanya beberapa lembar uang yang ada di dalamnya. Padahal uang yang tersisa itu hanya cukup untuk membiaya keperluannya selama dua hari ke depan. Namun tanpa berpikir lama, tanpa memikirkan apa yang akan ia makan esok hari, Hasyim pun memberikan uang itu kepada Wahyudi agar ia memanfaatkan untuk keperluannya, entah akan pulang ke kampungnya atau menetap di sini mencari pekerjaan yang lainnya.

Wahyudi segera berucap terimakasih kepada Hasyim yang telah sangat membantunya, Wahyudi juga mendo’akan agar kebaikan terlimpah kepada Hasyim. Kini ia beranjak pergi dari Masjid mengucapkan salam perpisahan kepada Hasyim.

Pada akhirnya Hasyim yang sebenarnya juga sedang gundah karena belum juga mendapat pekerjaan itu merenungi apa yang telah ia dapatkan hari ini. Ketika ia seakan putus asa dengan ketentuan Allah yang diberikan padanya karena tidak di terima kerja, kini ia sadar bahwa semuanya adalah demi kebaikan dirinya. Perjuangan itu memang tidak mudah, masih banyak orang-orang lain yang harus lebih bersusah payah memperjuangkan hidupnya. Hasyim bersyukur ia masih bisa bernafas saat itu juga. Hasyim bergegas pergi, berusaha untuk mencari kehidupannya, dengan beberapa uang yang tersisa di tabungannya, ia akan kembali melangkah memulai hari-harinya dari awal dengan semangat lebih menggebu.

Dan setelah beberapa lama, Hasyim akhirnya sadar bahwa memang ketentuan Allah memang sangat indah, yang dulunya pahit kini berubah menjadi manis. Ia sekarang sudah mendapatkan pekerjaan yang lebih baik, dan mungkin juga itu karena do’a yang diberikan seorang Wahyudi yang telah ia bantu sebelumnya.  Wallahu’alam.

(CERPEN) Anak Rusa Mencari Kejayaan

 

Di sebuah daerah pegunungan di salah satu benua, hiduplah sebuah keluarga Rusa. Suatu ketika Ayah dari dua anak rusa itu memerintahkan anak-anaknya untuk menjemput ‘kejayaan’nya masing-masing dengan memb

eri mereka tugas untuk menaiki sebuah gunung batu nan terjal dan harus mencapai puncaknya. Ayah rusa mengingatkan kepada anak-anaknya bahwa jalan yang akan ditempuh mereka dalam mendaki gunung tidaklah mudah, ada rintangan yang harus mereka lewati, baik rintangan dari luar maupun rintangan dari dalam diri mereka sendiri, dan barangsiapa yang berhasil mencapai puncaknya, maka ia telah mendapat ‘kejayaan’ dan pemenang yang sejati.

Kedua anak rusa itu pun segera melaksanakan amanat yang diberikan ayahnya kepada mereka untuk kemudian menyelesaikannya. Ayah rusa adalah ayah yang bijaksana, ia tidak pernah pilih kasih terhadap anak-anaknya. Ia memberikan tugas yang sama kepada kedua anaknya. Padahal kedua anak rusa itu memiliki kondisi fisik yang jauh berbeda.

Anak rusa yang pertama memiliki tubuh yang kuat, fisik yang sehat, dan terlatih untuk hal-hal ekstrim termasuk soal pendakian gunung. Sedangkan anak rusa yang kedua memiliki tubuh yang lemah, fisik yang sebagian tidak lengkap, dan kaki yang salah satunya lumpuh. Ia lebih sering berada di rumah membantu kegiatan di rumah, dan jarang melakukan hal-hal ekstrim seperti yang di lakukan rusa pertama.

Kedua anak rusa itu segera berangkat menuju apa yang di perintahkan kepada keduanya, yaitu menjemput ‘kejayaan’. Mereka bergegas berangkat ke medan pendakian. Keduanya berangkat bersama untuk menyelesaikan tugas bersama.

Anak rusa pertama dengan sangat kencang berlari di start awal, namun anak rusa kedua yang juga dengan semangat menggebu, segera mengikuti langkah rusa pertama dengan jalan tertatih-tatih dan terseok-seok karena baru kali ini perjalanan yang akan ia lakukan. Sesampainya di medan yang akan mereka daki, di lembah gunung banyak pemandangan indah di sekitarnya. Rusa pertama yang telah sampai terlebih dahulu di medan yang akan mereka daki begitu takjub dengan keindahannya, ada batu-batu besar nan cantik, air yang mengalir, dan ada beberapa makanan yang enak untuk dimakan. Anak rusa kedua baru sampai beberapa saat setelah anak rusa pertama, ia pun segera menyapa rusa pertama,

“ Hai, kakakku apa yang kau lakukan disini, kenapa kau tidak segera menyelesaikan tugas kita dengan langkahmu yang sangat cepat itu?”, tanya rusa kedua.

“ Hai adikku yang lumpuh, tugas ini terlalu mudah bagiku, aku sudah pasti bisa mencapai puncaknya dengan mudah nanti, aku ingin bermain-main di sini dulu, tempat ini sangat asyik”, jawab rusa pertama dengan angkuhnya.

“ Tapi, setelah saya lihat gunung batu ini medannya sangat sulit, berbeda dengan gunung berbatu yang lainnya,apakah kamu bisa menyelesaikannya?”, sanggah rusa kedua.

“ Ah, kau tidak tahu apa-apa soal pendakian, jangan banyak bicara, coba lah kau daki sendiri gunung itu, pastilah kau tidak mungkin bisa melakukannya, karena kau lumpuh”, sindir rusa pertama itu.

“ Baiklah, kakakku, aku akan memulainya, tapi ingatlah pesan ayah kita, bahwa perjuangan mencapai puncak gunung ini tidaklah mudah, mari kita selesaikan segera”, rusa kedua mengingatkan.

“ Oke, kita lihat saja nanti”, sahut rusa pertama.

Mendengar kata-kata rusa pertama, kakaknya sendiri, rusa kedua pun terlihat sangat sedih, ia begitu kecewa dengan sikap kakaknya padanya. Tapi dia berjanji pada dirinya sendiri, bahwa ia bisa menyelesaikan tugas dan mendapatkan ‘kejayaan’ itu. Seperti yang di katakan ayahnya bahwa medan ini sangat sulit dan banyak rintangan, baik dari luar maupun dari dalam dirinya sendiri. Walapun begitu, rusa kedua ini tetap yakin dan berharap bahwa ia bisa mendaki gunung batu itu.

Tak hanya harapan dan keyakinan semata, maka rusa kedua yang lumpuh ini pun segera bergegas memulai pendakian. Satu dua tiga kali ia memulai, tiba-tiba jatuh. Memulai lagi dan jatuh lagi. Melihat kondisi fisik rusa kedua ini memang terlihat tidak memungkinkan untuk bisa melakukan pendakian. Di saat rusa kedua ini beberapa kali gagal memulai pendakian, di kejauhan rusa pertama tampak tertawa-tawa melihat adiknya begitu susah payah mendakinya. Ia masih asyik bermain-main dan malas-malasan sehingga belum memulai pendakian, ia seakan terpesona dengan apa yang ada dilembah itu, dan ia menganggap bahwa sudah pasti dirinya akan ‘bernasib baik’ tidak sama halnya dengan adiknya, yakni mampu mencapai puncaknya.

Rusa kedua tidak menyerah begitu saja, walaupun berpuluh-puluh kali ia jatuh bangun ia tetap yakin bisa mendaki gunung berbatu itu, karena ia masih punya harapan, harapan untuk menyelesaikan tugas yang diberikannya untuk mendapatkan ‘kejayaan’ seperti yang ayahnya ceritakan.

Dan setelah terseok-seok untuk kesekian kali, akhirnya ia mampu menaiki setengah dari pendakian ke gunung berbatu itu. Dan tampak dari ketinggian ia berteriak,

“ Hai, kakakku, aku sudah sampai setengah perjalanan, ayo sekarang giliranmu, langkahkan kakiku yang sangat cepat itu, mari kita mencapai puncaknya bersama-sama!”.

Mendengar itu rusa pertama pun kaget, merasa tidak percaya bahwa adiknya yang lumpuh itu mampu menaiki separuhnya. Tak lama berselang, karena merasa di saingi oleh adiknya, rusa pertama itu pun berlari dengan kencang dan mulai mendaki gunung berbatu itu. Saat hendak ingin mendaki, tiba-tiba “ Brukkkks,..”, rusa pertama itu terjatuh, dan tertimpa bebatuan, kakinya tergencit dan akhirnya ia lumpuh tidak mampu berjalan. Rusa kedua akhirnya berhasil mencapai puncaknya walau dengan terseok-seok saat mendaki. Kini ia benar-benar menjadi pemenang sejati yang berhasil menyelesaikan tugas dan mendapat ‘kejayaan’ itu.

———————————————————————————————————————————–

PESAN :
“KEJAYAAN tak pernah datang pada orang yang berjalan dengan kemalasan dan kosong hatinya. Masihkah keangkuhan akan nasib baik tetap terpatri, sedangkan gerbang lepas kian menyapa?. Apakah keangkuhan itu adalah darah yang sudah menyatu dengan tubuh?, ataukah cahaya tidak akan pernah menembus keangkuhan itu?. Berpikirlah karena hidup dan waktu ini pasti berlalu, ada Dia yang Maha menentukan. Berbenahlah, yakinlah harapan itu masih ada,”

Anak Ubi VS Anak Burger

Image

Ubi VS Burger disini tak jauh berbeda dengan arti singkong vs keju yang biasa orang ceritakan. Tapi jika diartikan dengan seksama, maka kita akan mendapati arti bahwa anak Ubi tak selamanya anak kampung atau anak miskin, dan anak Burger tak semuanya anak Kota atau anak Kaya. Di zaman sekarang ini, anak Ubi bertebaran di kota-kota, anak Burger pun kian marak di kampung-kampung.

Anak Ubi. Ubi, ya begitulah Ubi, makanan yang terkesan begitu sederhana. Makanan yang biasa di makan oleh Anak-anak kampung dan anak-anak sederhana. Anak Ubi ini bertebaran di mana-mana, anak Ubi terlahir dari keluarga yang sederhana, maka tak salah jika dalam kehidupannya dihiasi dengan berbagai masalah yang begitu pelik dan penuh cerita. Kerasnya hidup anak Ubi memang mengundang perhatian bagi kita sesama insan ciptaan-Nya.

Anak Burger. Burger, makanan yang begitu istimewa, makanan yang terbuat dari bahan-bahan yang beraneka ragam dan tentu saja mahal harganya. Makanan ini biasa di makan oleh Anak-anak kota dan anak-anak dari orang tua yang berada. Anak Burger terlahir di keluarga yang begitu bahagia dengan gemerlap nikmat yang diberikan tuhannya manusia. Maka memang benar juga, kehidupan anak Burger lebih dipenuhi dengan kenikmatan dan kasih sayang.

Di berbagai tempat saya menemui anak-anak seperti itu dengan berbagai macam perbedaannya.

Jika Anak Ubi yang pernah saya temui (kira-kira berumur 6 tahun )berkata, “ Aku harus berjuang keras agar orang tuaku tidak susah terus”, maka saya juga pernah menemui Anak Burger ( dengan umur yang sama) berkata, “ Kau bidadari, jatuh dari Surga, sampai hatiku, ea ea“.

Saya pernah bertemu dengan Anak Ubi yang sepulang sekolah harus berjalan kaki berpuluh kilometer dan setelah sampai rumah mencari kayu bakar untuk keperluan memasak, sedangkan ada anak Burger sepulang sekolah menaiki kendaran nyaman dan setelah sampai rumah harus mencari-cari tempat bermain yang menyenangkan untuk mereka singgahi.

Saya pernah bertemu dengan anak ubi yang tak pernah mendapatkan uang saku untuk jajan, dan selalu meminjam buku pelajaran teman sebangkunya karena tak mampu membeli buku-buku pelajaran, sedangkan ada anak-anak burger yang dengan rakusnya menghabiskan banyak uang jajan setiap kali istirahat dan pulang sekolah.

Saya pernah bertemu dengan anak ubi yang menangis karena tidak mendapatkan ijazah karena belum lunas pembayaran sekolahnya, sedangkan ada anak burger menangis karena kelulusan dan bahagia dengan ijazah yang diterimanya.

Saya pernah bertemu dengan Anak Ubi yang sedih dan haru ketika di terima di Universitas nomor satu di negeri ini dengan dibebaskan segala biaya kuliah sampai lulus, namun tidak jadi diambil karena orang tua tak mengizinkannya dengan alasan tak sanggup membiayai kehidupan sehari-hari anaknya nanti, sedangkan ada anak burger yang begitu bangganya diterima di universitas tidak terlalu favorit namun menguras kantong orang tuanya dengan biaya kuliah yang begitu mahalnya. ( Padahal pemuda yang sudah  mempunyai umur lebih dari 20 tahun itu harusnya malu karena masih meminta uang kepada kedua orang tua nya).

Memang berbeda antara keduanya, anak Ubi dituntut untuk lebih keras menghadapi hidupnya, anak ubi harus berpikir keras untuk menghadapi setiap coba, sedangkan anak Burger lebih mudah dalam melangkah. Bak membuat makanan, anak ubi harus memikirkan bagaimana membuat makanan ubi yang sederhana itu menjadi makanan yang enak dissantap, sedangkan anak burger hanya tinggal menyantapnya. Dan kita sering mendapati bahwa anak Ubi lebih tegar dalam menjalankan kehidupannya, ia telah merasakan betapa sakitnya ditempa dengan berbagai ujian, sehingga sewaktu-waktu jika mendapat ujian lagi, anak Ubi bisa lebih arif dalam menghadapinya. Berbeda dengan anak burger yang sebelumnya dalam kemudahan, jika suatu saat ia ditempa ujian yang menyulitkan maka ia akan merasa sedih bukan main,mungkin juga ia akan merasakan putus asa yang sangat besar, karena ia belum pernah merasakan kepedihan itu sebelumnya.

Tak selamanya anak ubi adalah anak ubi dan anak burger adalah anak burger. Maka marilah sedikit belajar dengan anak ubi dan anak burger ini. Barangkali memang benar bahwa semuanya butuh perjuangan, jangan biarkan anak-anak kita menjadi anak yang tak pernah ditempa, jangan biarkan anak-anak menjadi manja dan malas berusaha. Bukankah nikmatnya perjuangan adalah karena tetes peluh keringat kita sendiri. Ajarkan kepada mereka betapa nikmatnya sebuah perjuangan, betapa sakitnya dalam penderitaan, dan betapa bahagianya menghadapi sebuah kemenangan.

Nikmat Indera Mata yang Luar Biasa

Gambar

Masih berpikir hidup kita sengsara, susah, penuh dengan cobaan?, betapa berdosanya kita jika kita berpikir seperti itu, padahal nikmat-Nya begitu melimpah, Dia Maha Kaya, Maha Memberi kepada setiap hamba-hambanya. Baik itu hamba yang beriman ataupun hamba yang ingkar. Semoga kita senantiasa tergolong kedalam hamba yang senantiasa menaati perintah dan menjauhi larangan-Nya.

Hidup itu Indah. Betapa indahnya kehidupan kita di dunia ini dengan berbagai keelokannya. Dan keindahan dunia itu hanya dapat kita rasakan dan nikmati dengan karunia Indera yang diberikan kepada kita. Indera penglihatan, pendengaran, penciuman, perasa, peraba, dan indera untuk bicara, semuanya berpadu begitu harmonis hingga kita dinobatkan sebagai makhluk yang sempurna diantara makhluk lain ciptaan-Nya.

Sudah sepatutnya kita mensyukuri nikmat yang diberikan oleh-Nya kepada kita berupa nikmat Indera yang luar biasa itu. Maka nikmat manakah yang kita dustakan?

• Nikmat Mata untuk Melihat

Suatu ketika saya pergi ke salah satu kota di Indonesia yang terkenal akan ikonnya sebangai Kota Budaya. Saat saya berada di sebuah cafe mini, saya bertemu dengan seorang pria muda, sendirian berjalan kaki menyisir jalanan kota yang begitu ramai dan padat. Dari kejauhan, sesekali saya perhatikan pria itu tersandung-sandung saat berjalan menuju ke arah saya. Terkadang bunyi klakson kendaraan pengguna jalan begitu nyaring di telinga ketika pria itu melintasi jalan. Pria yang selalu tersenyum itu pun kini tepat berada di cafe memesan minuman kemudian duduk di tempat yang telah di sediakan. Tak lama ia kemudian mengeluarkan barang yang ada di dalam tasnya. Sebuah laptop pun ia keluarkan dari dalam tasnya. Subhanallah, saya begitu tercengang ketika pria muda ini dengan mahirnya mengotak-atik gadgetnya itu padahal berjalan saja ia kadang terseok-seok karena dia tunanetra alias tidak dapat melihat. Bagaimana dia belajar kalau melihat layar monitornya saja tidak bisa, begitu canggihnya, sampai-sampai yang bisa melihat saja malah ‘gaptek’. Malu.

Di lain tempat, di serambi masjid, saya juga di beri kesempatan bertemu dengan sepasang suami istri dengan satu anak . Begitu harmonis nya pasangan itu, begitu bahagianya mereka dengan canda tawa terpaut di wajah mereka, begitu bahagianya mereka akan karunia-Nya. Betapa nikmatnya mereka mampu menaati tuhannya manusia yang maha segalanya. Begitu sabarnya sang istri dalam menghormati dan menaati suaminya yang ternyata mendapat ujian berupa tidak dapat melihat alias tunanetra. Ketika hendak pergi sang istrilah yang mengendarai sepeda motornya menuju tempat tujuan. Duh, melihat yang seperti ini membuat diri merenung dan merenung.

Masya Allah, bukahkah seharusnya kejadian itu semuanya berhikmah dan layak kita ambil pelajaran. Menyaksikan seorang pemuda dan seorang suami yang begitu bahagianya dengan kehidupannya dalam kegelapan dan tidak dapat melihat keindahan, seharusnyua menjadikan kita introspeksi diri sejauh mana rasa syukur kita akan nikmat indera mata yang diberikan oleh-Nya, juga untuk apa kita gunakan nikmat indera yang begitu luar biasa itu.

Coba lah sesekali tengok orang-orang sekeliling kita yang juga mempunyai nasib yang sama, yaitu hidup dalam kegelapan tanpa sinar dan keindahan. Atau sesekali berkunjung ke sekolah luar biasa yang banyak anak-anak tunanetra disana. Bagaimana jika kita dalam posisi mereka, bukankah kita tak menginginkannya.

Ketika kita berlibur bersama keluarga, menghentikan aktivitas dan kesibukan sejenak untuk berwisata alam bersama keluarga ke suatu tempat. Maka kita akan begitu bahagia ketika melihat keindahan alam dan ciptaan-Nya, tak henti-hentinya lisan kita mengucap tasbih akan nikmat keindahan yang di karuniakan kepada kita. Tapi bagaimakah seandainya kita mempunyai Indera mata yang tidak berfungsi sebagaimana mestinya alias buta?

Cobalah rasakan derita mereka, ketika berada di sebuah tempat wisata dengan keindahan alamnya, pantai misalnya, sesekali pejamkan mata kita, atau tutup dengan kain yang tidak tembus pandang. Apa yang ada disana, tidak ada pemandangan pantai yang indah,tidak ada wajah ceria keluarga,tidak ada wisata-wisata yang elok, yang ada hanya kegelapan dan bayang-bayang hitam.

Mari kita syukuri nikmat Indera mata yang sungguh luar biasa itu, sejauh mana kita berjalan tanpa mensyukuri sepasang bola mata yang luar biasa eloknya. Sejauh mana kita gunakan keduanya dan untuk apa kita pakai keduanya di dunia ini. Apakah untuk melihat yang dihalalkan oleh-Nya, ataukah untuk melihat yang seharusnya tidak berhak di lihat oleh keduanya. Allah maha tahu setiap apa yang dikerjakan hamba-hambanya.

Diary Mira

Ketika Keinginan Itu Ada, Apapun Mungkin...

Prof.Dr.H.heppy setya prima S.pt.m.sc

A topnotch WordPress.com site

Kehadiran Anda Sebuah Kehormatan Bagi Saya

Menebar Inspirasi, Membangun Peradaban

안녕하세요~~~

Mari berbagi lewat tulisan^^

Ketika Kata Mengikat Makna

Merangkai kata, mencari keindahan hakikat makna...

Jnynita.com

Makes extraordinary memories from ordinary moments.

fluoresensi

Keinginan itu pasti terwujud, entah 1 tahun, 2 tahun hingga puluhan tahun kemudian. Bersabarlah #cumanmasalahwaktu

MUSE

Because i'm your home...

Blog Prita

Kilasan hari-hari

Al Ustadz Achmad Rofi'i Asy Syirbuni

Blog resmi Al Ustadz Achmad Rofi'i Asy Syirbuni

feriyadiramen

やってみる  Ayo coba!

Mubarok01's Weblog

Sabar dan Syukur sebagai bekal kehidupan

KAVKAZ CLOTHING

It's not about fashion or necessity, its Identity!

akh ardhi

sebuah catatan nurani...

Blog Pribadi Agus Supriyadi

If you can't explain it simply, you don't understand it well enough. :)

Blog Matematika Pak Satria

Ada yang mau baca blog mengenai matematika, gak ya...??

Nabih Ibrahim Bawazir

Just another WordPress.com site

Dunia Matematika

Ternyata Matematika itu Mudah!