Kisah Hasyim Dan Wahyudi
September 2, 2012 9 Comments
“Maaf, Anda belum bisa diterima di Perusahaan kami”, ujar sang pimpinan perusahaan itu kepada seorang Pemuda, Hasyim namanya.
Mendengar itu si Hasyim pun beranjak pergi dari tempat ia mengadu peruntungan dengan wajah yang sedikit lemas, hanya ada sedikit goresan senyum di wajahnya ketika ia bertemu dengan orang lain yang ia sapa. Harapan untuk berkarya di Perusahaan yang ia inginkan kini telah sirna. Kini ia harus memikirkan kembali apa yang ia harus lakukan selanjutnya.
Setelah beranjak dari tempat sebelumnya, Pemuda yang sedang merantau ini pun menyadari bahwa dirinya belum melaksanakan Ibadah sholat dhuha, dimana ia sering melakukannya di setiap paginya. Dengan suasana yang sedikit gundah di hatinya karena tidak diterima kerja, ia berpikir Masjid adalah tempat tujuannya untuk menenangkan segala keresahan hatinya.
Hasyim kini bergegas menuju salah satu Masjid terdekat di tempat ia berada. Sesampainya di Masjid, ia segera mengambil wudhu, dan kemudian beranjak kelantai dua Masjid itu. Setelas selesai melaksanakan beberapa rakaat shalat dhuha, segera ia ambil mushaf Al Qur’an yang ada di dalam tasnya, kemudian ia baca dan ia lantunkan beberapa ayat di dalamnya. Saat beberapa ayat telah ia lantunkan, meleleh juga akhirnya air yang ada dalam bola matanya. Tak kuasa ia bendung air mata saat ia membaca ayat-ayat suci yang menentramkan hatinya. Ia benar-benar ikhlas akan segala ketentuan yang Allah tentukan padanya, tak terkecuali peristiwa yang ia jalani hari ini.
Saat membaca beberapa ayat yang membuatnya tak kuasa menitiskan air mata, ia pun kini menutup mushafnya, lalu menciumnya tanda rasa cintanya. Tiba-tiba saja datang seorang lelaki yang tidak ia kenal menghampirinya. Lelaki ini pun segera mengucapkan salam dan menjabat tangannya. Serta merta Hasyim pun kelabakan untuk mengusap air matanya yang masih tersisa di raut wajahnya. Dengan senyumnya, seeorang lelaki setengah baya itu pun mulai bertanya kepada si Hayim.
“ Dari mana mas?”, tanya lelaki itu.
“ Oh, saya tadi dari melamar kerja mas, ini tadi mampir sebentar ke sini”, jawab Hasyim.
Nampaknya Hasyim berpikir bahwa lelaki yang ia ketahui bernama Wahyudi itu mengamatinya sejak dari tadi ia di sana. Tak lama ia berbincang, Hasyim kemudian tahu bahwa niat Wahyudi adalah ingin meminta bantuannya. Keduanya saling berinteraksi satu sama lain.
Wahyudi dengan senyum yang mengembang di wajahnya tidak sungkan-sungkan menceritakan apa yang sedang ia alami kepada Hasyim.
Wahyudi adalah seorang suami dari seorang istri dan ayah dari dua anak yang tempat tinggalnya jauh di kampung sana. Ia menuju ke Kota untuk mencari rizki dan menafkahi keluarganya. Sebelumnya ia bekerja di sebuah proyek pembangunan Gedung sebuah Kampus di kota ini. Penghasilan per hari nya hanya Tiga Puluh Lima Ribu Rupiah, sudah termasuk biaya makan dan tempat tinggal. Uang hasil ia bekerja akan dikirimnya ke kampung untuk menafkahi keluarganya.
Seminggu yang lalu, Wahyudi memang masih bekerja di proyek itu. Namun, sekarang ia sudah tidak lagi bekerja di sana. Ia di keluarkan dari pekerjaannya karena alasan yang tidak masuk akal dari bosnya di proyek itu. Sudah jelas kontrak kerja, namun tetap saja bosnya bersikukuh mengeluarkan Wahyudi karena ada penggantinya, padahal Wahyudi tak menginginkan semua itu. Keputusan tetaplah keputusan, Wahyudi harus menerima kepahitan itu. Tak hanya itu, gaji yang hanya Tiga Puluh Lima Ribu itu sering kali telat di bayarkan oleh bosnya. Padahal kita sudah tahu sendiri bahwa Nabi kita tercinta memerintahkan agar membayar upah kepada para perkerja sebelum keringat mereka kering, tapi kenyataannya tidak demikian yang di alami Wahyudi.
Wahyudi melanjutkan ceritanya kepada Hasyim. Wahyudi kini bingung akan bekerja di mana lagi. Atau jika ia harus pulang ke kampung, ia tak akan mampu melakukannya karena hanya tersisa beberapa receh yang hanya bisa dibelikan seteguk air minum saja.
Hasyim yang sembari tadi mendengarkan kisah Wahyudi tak kuasa lagi membendung air mata untuk kedua kalinya, sesekali ia memalingkan wajahnya dari Wahyudi, menyembunyikan setiap tetes air yang keluar dari bola matanya. Ia tak kuasa menahan air mata, karena ada kalanya Hasyim mengalami kesusahan yang sama. Apalagi mendengar cerita Wahyudi yang berjalan kaki dari proyek menuju ke masjid yang mereka berada saat ini itu membuat ia semakin haru mendengarnya, padahal jarak proyek dan masjid itu benar-benar sangat jauh. Namun bagai mendapat sebuah tamparan dari Tuhannya. Hasyim kemudian berpikir bahwa hidupnya yang sedang tertimpa ujian pun ternyata masih ada seseorang yang mendapatkan ujian yang jauh lebih berat darinya.
Setelah berinteraksi sekian lama, Hasyim pun mulai tergerak untuk membantu Wahyudi yang sedang kesusahan itu. Diambilnya dompet dari dalam sakunya. Setelah dompet ia buka, ternyata hanya beberapa lembar uang yang ada di dalamnya. Padahal uang yang tersisa itu hanya cukup untuk membiaya keperluannya selama dua hari ke depan. Namun tanpa berpikir lama, tanpa memikirkan apa yang akan ia makan esok hari, Hasyim pun memberikan uang itu kepada Wahyudi agar ia memanfaatkan untuk keperluannya, entah akan pulang ke kampungnya atau menetap di sini mencari pekerjaan yang lainnya.
Wahyudi segera berucap terimakasih kepada Hasyim yang telah sangat membantunya, Wahyudi juga mendo’akan agar kebaikan terlimpah kepada Hasyim. Kini ia beranjak pergi dari Masjid mengucapkan salam perpisahan kepada Hasyim.
Pada akhirnya Hasyim yang sebenarnya juga sedang gundah karena belum juga mendapat pekerjaan itu merenungi apa yang telah ia dapatkan hari ini. Ketika ia seakan putus asa dengan ketentuan Allah yang diberikan padanya karena tidak di terima kerja, kini ia sadar bahwa semuanya adalah demi kebaikan dirinya. Perjuangan itu memang tidak mudah, masih banyak orang-orang lain yang harus lebih bersusah payah memperjuangkan hidupnya. Hasyim bersyukur ia masih bisa bernafas saat itu juga. Hasyim bergegas pergi, berusaha untuk mencari kehidupannya, dengan beberapa uang yang tersisa di tabungannya, ia akan kembali melangkah memulai hari-harinya dari awal dengan semangat lebih menggebu.
Dan setelah beberapa lama, Hasyim akhirnya sadar bahwa memang ketentuan Allah memang sangat indah, yang dulunya pahit kini berubah menjadi manis. Ia sekarang sudah mendapatkan pekerjaan yang lebih baik, dan mungkin juga itu karena do’a yang diberikan seorang Wahyudi yang telah ia bantu sebelumnya. Wallahu’alam.
terinspirasi dari kejadian nyata kah? ^^
kok tahu mbak? 😀
biasanya sih begitu ^^
Aku gak biasa kok 😛
lagian kita kan baru kenal 😛
bersabar, bersyukur, dan bersemangat … he he he …
hehehe…jadi nya triple b dong bang 😀
BBB sippppp…^_^..yuk marii
Apa yang diberikan Allah pada hambaNya itulah yang terbaik untuknya.
huaa betul sekali mas umar..harus pandai2 bersyukur 🙂
Quite simply, the games are made in that method that the house provides more chances
of earning than the person.